Bumiku Rumahku
Jarang sekali di antara kita yang memikirkan bagaimana "bumi" tempat hidup kita tercipta. Mungkinkah... kita menganggapnya hal itu tidak berarti bagi kita? Atau... karena kita terlalu "betah" hidup di muka bumi? Sehingga tidak ada kesempatan untuk memikirkannya...
Ketika kita melakukan perjalanan pada sore hari
yang cerah dari pelabuhan Merak Banten ke pelabuhan Bakauheni Lampung
menggunakan kapal ferry penyeberangan, tampak di sebelah barat matahari
bergerak turun seperti hendak tenggelam ke dalam laut, hal itu terlihat
demikian karena bentuk bumi yang bulat.
Di tengah-tengah
perairan Selat Sunda yang kita lewati tampak pulau Rakata dan anak gunung
Krakatau dengan kondisi daratannya yang berbeda dengan kondisi daratan di Merak
atau di Bakauheni. Fenomena itulah yang menjadi ciri dan karakter bumi tempat
kita berada sekarang ini. Mengapa demikian?
Bumi merupakan
sebuah benda menyerupai bola yang terdiri atas batuan dan logam dengan garis
tengah (diameter) di daerah ekuator (khatulistiwa) mencapai 7.927 mil atau
sekitar 12.720,4 km. Keliling lingkaran di daerah ekuator ini mencapai 24.902
mil atau sekitar 39.960 km. Sedangkan jarak
diameter antara kedua kutubnya (Kutub Utara dan Kutub Selatan) mencapai 7.900
mil (sekitar 12.677 km) dengan panjang keliling bumi yang melintasi kedua kutub
ini mencapai 24.860 mil (sekitar 39.806 km).
Dengan
memperhatikan ukuran-ukuran tersebut, meskipun bumi ini berbentuk bulat namun
tidak bulat sempurna, melainkan terdapat pemempatan di kedua kutubnya sehingga
tampak sedikit lonjong (oblate spheroid).
Menurut perhitungan
para ahli astronomi, bumi yang merupakan salah satu dari lima planet terbesar
pada tata surya terbentuk sekitar 4,5 milyar tahun yang lalu dari gumpalan awan
kosmik, debu, dan gas.
Melalui proses yang
sangat panjang dan lama, akhirnya bumi terbentuk dengan bagian permukaannya
yang keras dan bagian dalamnya yang pejal dan sangat panas. Bagian dalam inilah
yang banyak bentuk-bentuk bagian permukaan bumi.
Selain itu, di
bagian luar permukaan bumi, terdapat selubung gas yang dikenal dengan
atmosfera. Setiap gerakan dan sifat atmosfera ini turut berperan dalam
perombakan bentuk muka bumi. Itulah sebabnya
pulau atau gunung dapat muncul di atas permukaan laut, serta pada permukaannya
terjadi perubahan-perubahan bentuk, demikian pula halnya dengan yang terjadi di
daratan.
Menurut teori kabut
nebula (Nebular Hypotheses),
dikatakan bahwa di jagat raya initerdapat gumpalan kabut yang berputar
perlahan-lahan. Bagian tengah gumpalan kabut itu semakin lama berubah menjadi
gumpalan gas yang kemudian menjadi matahari dan bagian kabut di sekitarnya
berubah menjadi planet, termasuk planet bumi, dan setelit-satelitnya.
Setelah bumi
terbentuk, bagian dalam bumi yang mengalami tekanan serta proses radioaktivitas
menjadi panas dan mencair, sedangkan bagian luarnya terus membeku dan memadat. Pada tubuh bumi
yang telah terbentuk, secara struktural terdiri atas bagian luar yang tipis,
bagian ini disebut kulit atau kerak bumi dan dibedakan menjadi kerak benua (continental crust) dan kerak samudera (oceanic crust).
Bentuk permukaan bumi tidaklah tetap. Mungkin kita pernah memperhatikan parit-parit
kecil yang terbentuk secara alami pada suatu lereng ketika turun hujan yang
cukup lebat dan air mengalir cukup deras, pada parit-parit tadi terlihat adanya
perubahan bentuk. Bentuk parit tersebut menjadi lebih lebar dan lebih dalam,
atau parit tersebut berpindah tempatnya. Hal serupa dapat terjadi pada
permukaan bumi dengan skala yang lebih luas seperti lembah suatu sungai yang
semakin lama akan makin dalam.
Perubahan bentuk
permukaan bumi dapat pula kita amati dari proses letusan gunung api yang ringan
(tidak terjadi letusan dahsyat), tampak terjadi penambahan ketinggian puncak di
sekitar kawah gunung tersebut., seperti yang terjadi pada puncak gunung Anak
Krakatau di Selat Sunda atau puncak gunung Merapi di sebelah utara Yogyakarta.
Kedua bentuk
perubahan muka bumi tersebut ditimbulkan oleh adanya pengaruh tenaga geologi
yang berbeda. Proses pendalaman lembah pada uraian di atasmerupakan akibat dari
hasil kerja tenaga geologi yang berada di luar permukaan bumi (tenaga eksogen), yakni tenaga
gerak air. Sedangkan bertambah tingginya puncak gunung api merupakan hasil
kerja tenaga geologi yang berasal dari dalam bumi (tenaga endogen).
Akibat dari
pergerakan astenosfera terjadi gerakan dan pergeseran lapisan kerak dasar
samudera yang bergerak menumbuk kerak benua, dan akhirnya menimbulkan perubahan
kedudukan struktur lapisan batuan pada kerak benua tersebut. Sementara itu,
gerakan kerak dasar samudera yang menunjam ke bawah lapisan kerak benua akan
melebur di dalam astenosfera. Uap hasil peleburan tersebut akan menyusup ke
dalam retakan-retakan pada lapisan kerak benua serta terakumulasi menjadi dapur
magma.
Apabila tekanan
pada dapur magma ini semakin meningkat, cairan batuan pada dapur magma ini akan
menerobos ke dalam lapisan batuan di atasnya, sehingga permukaan lapisan batuan
tersebut terangkat dan terbentuklah gunung api.
Baik proses diastropisma
maupun vulkanisma, pada akhirnya berpengaruh pada perubahan bentuk muka bumi.
Pergerakan astenosfera di bawah kerak dasar samudera terus menggeserkan kerak
dasar samudera mendesak lapisan kerak benua. Akibatnya kerak
benua mengalami pelipatan, patahan, pengangkatan, serta penurunan. Peristiwa
ini menimbulkan perubahan pada permukaan bumi, sehingga di beberapa tempat
terjadi pembangunan tubuh muka bumi seperti terbentuknya pegunungan atau
perbukitan, sementara di tempat-tempat lain terjadi depresi baik berupa
cekungan maupun lembah-lembah curam.
Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa terdapat dua proses pergerakan kulit bumi yang
diakibatkan oleh proses diastropisma ini, yaitu gerakan vertikal (pengangkatan
dan penurunan muka bumi) yang disebut proses epirogenesis, dan gerakan
horizontal/tangensial (desakan atau tarikan yang menimbulkan terjadinya
pelipatan kulit bumi) yang disebut proses orogenesis.
Demikian pula
dengan proses vulkanisma, desakan magma yang menerobos lapisan batuan pada
kerak benua mengakibatkan terjadinya pengangkatan muka bumi dan membentuk
kerucut-kerucut gunung api. Ketika terjadi
letusan gunung api tersebut, muntahan material vulkanik, baik berupa lava,
eflata, serta debu vulkanik terendapkan di muka bumi dan menambah tebal lapisan
batuan. Apabila letusan yang terjadi sangat besar, akan terbentuk cekungan kawah
yang luas dan dalam.
Selain akibat kedua
proses tadi, diastropisma dan vulkanisma, perubahan bentuk muka bumi pun
terjadi akibat adanya pengaruh air, udara, atau gletsyer. Air di dalam maupun
di permukaan bumi memiliki potensi besar dalam mempengaruhi relief muka bumi.
Potensi ini berupa kemampuan mengikis dan mengendapkan material batuan dan
tanah.
Sumber:
Anang Saepuloh. 2010. Tenaga Endogen-Pembentuk Bumi. Bandung: Tataletak Pustaka Prima
Anang Saepuloh. 2010. Dari Dalamnya Lautan. Bandung: Tataletak Pustaka Prima