BATUNYA
APA PENGETAHUANNYA?
Mana yang akan dipilih?
Obrolan seputar batu akik
Demam
batu akik ... wah ... wah ... wah ... keuntungannya menggiurkan.
Banyak
orang-orang di Indonesia kini berbondong-bondong bisnis batu akik, emang lagi
nge-trend yach ... Bahkan yang semula tidak pernah tertarik sedikitpun
dengan yang namanya “batu ali”, kini malah menjadi “yang paling heboh” di
antara para pecinta batu akik. Ya ... memang banyak alasan mengapa sekarang banyak
orang di Indonesia yang menyukai batu akik.
Pertama, karena
memang “dari sono-nya” sudah senang dengan batu perhiasan untuk memperindah
jari jemarinya. Kedua, “terbawa arus” karena melihat orang lain yang
menggunakannya tampak “elegan”, jadi ngikut dech... Ketiga, dan kayaknya
ini yang paling diminati, “keuntungannya” dalam berbisnis batu akik sekarang
ini yang ...bisa selangit ...
Semua
alasan itu sah-sah saja, asal jangan untuk tujuan musyrik
he...he...he...
Bagi
saya pribadi yang emang sejak 27 tahun yang lalu sudah menyenangi batu cincin
ketika saya masih suka dipelototi pak dosen di geografi, soal batu akik tidak
begitu asing, bahkan seneng melihat begitu banyak orang di Indonesia yang kini
bertambah pengetahuannya berkaitan dengan batu akik sebagai salah satu material
pembentuk kerak bumi. Di antara para peminat batu akik itu bukan saja hanya
tahu jenis dan nama lokal dari batu akik yang mereka minati, tetapi juga
karakteristik hingga bagaimana batu akik itu terbentuk di daerah tempat
ditemukannya. Seakan-akan mereka adalah ahli “perbatuan” (ahli geologi/semacam
itu maksudnya he.. he...).
Tapi...,
ada juga rasa khawatir di perasaanku... apa itu?
Mari
kita renungkan, kita ini kalau sudah berurusan dengan yang namanya “keuntungan
finansial” aluas “duit” dari suatu barang yang relatif mudah didapat, segala
cara pasti akan dilakukan untuk memperoleh barang itu sebanyak-banyaknya. “Biar
keuntungannya semakin banyak Gan ..., mumpung lagi mudah”, katanya.
Ya...
kalau caranya benar sih boleh-boleh saja, tapi persoalannya bahan batu akik (gemstone)
itu berada di dalam bongkahan batuan “pembungkusnya” (rock cover) yang
ukurannya bisa puluhan kali lebih besar dari batuan yang akan digunakan sebagai
batu akiknya.
Coba perhatikan salah satu jenis gemstone yang disebut andalusit
yang pernah saya temukan ini (putih-bening mengkilap), ukurannya hanya sekitar
60 x 24 x 13 mm. Sementara, ukuran rock cover-nya 110 x 73 x 62 mm, jauh
lebih besar bukan? Berarti, nantinya banyak bagian yang dibuang, “nggak jadi
duit”. Belum lagi tempat ditemukannya batuan ini berada pada kedalaman ± 18-20
meter di bawah permukaan tanah.
Bisa
dibayangkan, jika bahan batu akik yang kita inginkan ternyata ukurannya cukup
besar seperti batu nepherit jadeit (batu giok) yang ditemukan di Aceh
seberat hingga 20 ton, seberapa besar rock cover-nya? Seberapa luas
area yang harus dibongkarnya? Itu baru di satu tempat, berapa juta tempat yang
kini menjadi arena penggalian bahan batu akik itu di Indonesia? Habislah alam
kita ...
Jadi,
apa kita tidak boleh memanfaatkan batuan-batuan itu untuk memenuhi kebutuhan
hidup ...? Ya nggak begitu juga sih, hanya saja jangan terlalu “rakus”, jangan
“aji mumpung” lagi menguntungkan, orang Sunda bilang, “ulah ngahabek sataker
kebek”. Manfaatkanlah sebijak mungkin,
biarkan ketersediaan batuan itu di alamnya tetap ada. Kita kan tahu kalau
batuan itu terbentuknya membutuhkan waktu puluhan abad. Apa jadinya kalau
jutaan orang di Indonesia beramai-ramai menggali-gali bukit dan tebing untuk
mendapatkan batuan bahan-bahan batu akik yang hingga kini sudah hampir 8 bulan
berlangsung? Wah...wah... bisa rata daratan Indonesia nih.
“Agan
bisa aja kalau ngomong ... lha itu, agan sendiri kok bongkar-bongkar tanah
sampe 20 meteran segala untuk dapetin batu yang agan sebut andalusit
itu?”
Oh
iya bener... Batuan itu saya dapatkan di suatu daerah ketika saat itu saya
berada. Di tempat itu kebetulan sedang ada proyek pembangunan real estate
pada suatu area perbukitan yang tanahnya mengandung bahan trass atau kaolin.
Untuk meratakan bagian atas perbukitan itu, para pekerja proyek “mengupas”
permukaan bukit dengan backhoe dan buldozer sampai kedalaman 25
meter dari permukaan tanah sebelumnya.
Nah,
saya orangnya suka iseng, serba ingin tahu. Ketika backhoe itu mengeruk
tanah, ada segumpal batu yang masih terlapisi tanah yang besranya kira-kira
seukuran buah kelapa. Keingintahuan saya untuk mengetahui jenis batuan induk (badrock)
pembentuk tanah di daerah itu mendorong saya untuk memungut gumpalan batu tadi,
lalu saya pecahkan dengan palu geologi, ya... batu itulah yang tampak. Saya
baru tahu bahwa jenis batuan yang ada di dalamnya adalah sejenis andalusit
setelah batuan itu saya uji di laboratorium. Gitu ceritanya bos...
Memang
saya pun punya beberapa koleksi batuan yang kini menjadi ramai sebagai bahan
batu akik. Batuan-batuan itu saya peroleh ketika masih kuliah pada saat praktek
lapangan yang diambil contohnya untuk diuji di laboratorium. Kini memang
sebagian saya coba poles jadi batu perhiasan... ternyata indah juga he...he...
Pengetahuan seputar batu giok
Ngomong-ngomong
soal batu perhiasan (gemstone), kayaknya akan lebih bermanfaat jika kita
tidak sekedar mengoleksi atau memperjual-belikannya saja, tetapi juga berusaha
untuk menambah pengetahuan kita tentang batuan tersebut. Semakin banyak
pengetahuan kita tentang batuan itu, tampaknya akan sangat berpengaruh terhadap
sikap bijak kita dalam memperlakukan batuan tersebut beserta alamnya. Tapi bukan
berarti saya ahli dan lebih tahu lho!!!
Nah
... di sini saya ingin sedikit berbagi pengetahuan tentang salah satu jenis
batuan yang kini ramai diperbincangkan sebagai salah satu jenis batu akik bernilai
tinggi, yaitu batu Giok (Jadeite).
Batu
giok atau jade (jadeite) merupakan jenis batuan ornamental
yang terbentuk dari mineral silikat melalui proses metamorfosis, yaitu
batuan yang terbentuk akibat tekanan dan rambatan panas magma yang tinggi.
Itulah sebabnya, giok tergolong pada jenis batuan metamorfis (metamorphic rocks).
Batu giok ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1. Nephrite merupakan giok yang
terbentuk dari kristal-kristal mikro (micro crystalline) dengan
komposisi bahan-bahan mineral seperti kalsium, magnesium, dan besi-amphibole.
Warna umum dari nephrite ini adalah hijau.
2. Jadeite merupakan giok dengan
matrix kristal yang terbentuk dari mineral sodium dan alumunium yang kaya akan pyroxene.
Karakteristik
khusus kedua macam giok ini akan tampak dari karakteristik fisika dan
kimiawinya seperti tampak pada tabel berikut:
Istilah
jade (bhs. Inggeris) diambil dari bahasa Spanyol dalam menyebut jenis
batu Ioin yaitu “piedra de ijada” sebagai batu yang digunakan
untuk penyembuhan yang digunakan oleh masyarakat Kidney sekitar tahun
1565. Sedangkan nephrite diambil dari bahasa Latin yaitu lapis
nephriticus sebagai varian dari piedra de ijada.
Batu
giok ini sudah digunakan manusia sejak zaman neolitik pada masyarakat
utilitarian Liangzhu (Tiongkok) yang berada di sekitar delta sungai Yangtze
sekitar 3400 hingga 2250 tahun sebelum Masehi. Bahkan pada masyarakat Hongshan
(Mongolia) yang berada di provinsi Liaoning sekitar tahun 4700 hingga
2200 sebelum Masehi.
Di
kawasan Asia Tenggara sendiri, batu giok ini baru digunakan masyarakat sekitar
tahun 500 sebelum Masehi, terutama pada masyarakat Philipina, Malaysia Timur,
Vietnam daratan, Kamboja timur, dan Thailand.
Nah,
itulah tadi sedikit informasi mengenai salah satu jenis batu perhiasan yang
bernilai tinggi, baik secara ekonomi maupun kultur-historis. Jenis yang lainnya
insya Allah lain kali. Semoga bermanfaat.